ABSTRAK
Karya
sastra adalah ciptaan yang disampaikan dengan komunikatif tentang maksud
penulis untuk tujuan esterika. Karya sastra juga merupakan bagian dari
kebudayaan, kelahirannya di tengah-tengah masyarakat tiada luput dari pengaruh
sosial dan budaya. Salah satu dari karya sastra itu adalah cerita-cerita rakyat.
Dalam masyarakat Bali, banyak
tersebar cerita-cerita rakyat. Cerita rakyat di Bali disebut dengan Satua Bali.
Satua Bali merupakan cerita rakyat yang berasal dari kehidupan sosial
masyarakat Bali itu sendiri. Dalam Satua Bali banyak terdapat nilai-nilai moral
yang mengajarkan kebaikan dan menjadikan pembelajaran untuk membentuk pola
prilaku berkarakter positif yang saat ini telah enyah oleh peradaban zaman.
Dalam konteks ini, kumpulan cerita satua Bali I Nengah Tinggen menjadi objek yang dianalisis guna
mencari unsur interinsik dan eksterinsik serta nilai pendidikan karakter yang
terkandung di dalamnya. Cerita satua Bali I Nengah Tinggen terbukti menyajikan
suatu pembelajaran untuk generasi muda saat ini dalam mewujudkan program
pendidikan berkarakter. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya antara lain
seperti : Jujur, kreatif, dan bertanggung jawab. Seperti dalam satua I Buta
Teken I Rumpuh, dalam cerita tersebut kita diajarkan untuk memiliki pemikiran
yang kreatif, artinya sikap dan perilaku yang mencerminkan inovasi
dalam berbagai segi dalam memecahkan masalah, sehingga selalu menemukan
cara-cara baru, bahkan hasil-hasil baru yang lebih baik dari sebelumnya. Selain itu, salah satu cerita satua bali seperti I
Belog ini mengisahkan tentang seseorang yang bertindak dan berprilaku sangat
bodoh, ini merupakan wujud penggambaran budaya dan watak masyarakat Bali pada
zaman itu yang masih banyak berprilaku sangat bodoh dan kurang berpendidikan.
Inilah sebabnya kita perlu untuk menjaga dan melestarikan karya sastra yang
berasal dari Bali ini yang telah sulit untuk ditemukan, kalau bukan kita siapa
lagi.
Kata Kunci:
Cerita Satua Bali, Pendidikan Karakter, Masyarakat Bali.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karya
sastra adalah ciptaan yang disampaikan dengan komunikatif tentang maksud
penulis untuk tujuan esterika. Karya sastra juga merupakan bagian dari
kebudayaan, kelahirannya di tengah-tengah masyarakat tiada luput dari pengaruh
sosial dan budaya. Menurut Saini K. M. (dalam
http://grms.multiply.com/journal/item/26), karya sastra merupakan hasil
pemikiran tentang kehidupan yang berbentuk fiksi dan diciptakan oleh pengarang
untuk memperluas, memperdalam dan memperjernih penghayatan pembaca terhadap salah
satu sisi kehidupan yang disajikannya, salah satu wujud dari karya sastra
tersebut yakni cerita-cerita rakyat.
Dalam masyarakat Bali banyak tersebar
cerita-cerita rakyat. Cerita rakyat di Bali sering disebut dengan Satua Bali.
Secara sempit yang disebut Satua Bali adalah satua-satua yang penyebarannya
dari mulut ke mulut dan tidak diketahui siapa penciptanya. Tetapi dalam
pandangan luas, satua Bali berasal dari karya-karya pengarang, baik yang
berbahasa Bali maupun berbahasa Jawa Kuna. Satua-satua Bali baik yang masih
berbentuk lisan maupun yang sudah dicetak dapat ditemukan di masyarakat.
Satua Bali adalah salah satu produk seni
tradisional Bali yang cenderung diperuntukan kepada anak–anak, namun sayang
keberadaan Satua Bali saat ini sangat minim padahal Satua Bali merupakan
warisan leluhur yang patut dijaga dan dilestarikan kebudayaannya. Mengingat
nilai–nilai moral dan pendidikan karakter yang terkandung di dalam Satua Bali
ini sangat baik untuk pembentukan pribadi anak, serta dapat pula menanamkan
rasa penghargaan anak terhadap budaya dan kebiasaan setempat.
Oleh karena itu, mari kita bersama-sama
menjaga dan melestarikan kebudayaan Bali, kebudayaan milik kita bersama. Atas
dasar itulah penulis penulis mencoba untuk manganalisis cerita Satua Bali yang
dikumpulkan oleh I Nengah Tinggen ditinjau dari struktur karya dan pendidikan
karakter yang ada dalam Satua Bali tersebut.
1.2 Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui
Struktur Intrinsik yang terkandung dalam cerita Satua Bali yang dikumpulkan
oleh I Nengah Tinggen.
2.
Untuk mengetahui
Struktur Ekstrinsik yang terkandung dalam cerita Satua Bali yang dikumpulkan
oleh I Nengah Tinggen.
3.
Untuk mengetahui
nilai-nilai Pendidikan Karakter yang terkandung dalam cerita Satua Bali yang
dikumpulkan oleh I Nengah Tinggen.
1.3 Manfaat Penulisan
Adapun
manfaat yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini adalah :
1. Tulisan
ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan kepada seluruh masyarakat Bali
tentang pentingnya menjaga dan melestarikan satua-satua Bali yang saat ini
sulit dicari.
2. Tulisan
ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi masyarakat tentang pentingnya
menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter sejak dini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Ringkasan Cerita
1.
Satua
I Belog
Ada cerita tentang Si Belog, yang pekerjaanya hanya
bermain-main dan makan saja. Pada suatu hari Si Belog bermain ke Desa seberang. Saat ia hendak pulang, ia melewati kuburan yang sangat luas.
Saat ia tepat berada ditengah kuburan ia bertemu seorang
wanita yang sangat cantik. Si Belog kemudian berkata “Luh, Luh, iluh mau
menikah dengan saya?” wanita itu hanya diam saja. “Bah... kamu pasti mau dengan
saya, saya gendong kamu ke rumah saya”. Sambil ia berkata seperti itu, kemudian
mayat itu digendong ke rumahnya, dan
dibawanya masuk ke kamarnya. Si Belog pun memberitahukan hal itu kepada ibunya,
setelah itu ia mengambilkan nasi untuk calon istrinya yang sebenarnya adalah
mayat yang telah membusuk. Si Belog sangat senang calon istrinya menghabiskan
nasi itu, padahal nasi itu habis karena dimakan oleh kucing, Si Belog mengira
bahwa calon istrinya masih malu-malu kepadanya. Lama kelamaan ibu Si Belog
mulai penasaran dan melihat ke kamar Si Belog, dan ibunya pun kaget setengah
mati karena melihat mayat yang telah membusuk di kamar Si Belog. Ibunya
akhirnya membuang mayat itu ke dalam sumur. Si Belog baru mengetahui bahwa
mayat adalah orang yang berbau busuk. Setelah ibunya kembali dari sumur, Si
Belog mencium bau busuk di badan ibunya, karena kebetulan ibunya belum mandi
pada saat itu. Tanpa berpikir panjang Si Belog membuang ibunya ke sumur dan ia
pun hidup sendiri. Suatu saat tak sadar Si Belog kentut dan diciumnya bau busuk
ada pada dirinya, ia pun berlari dan menceburkan diri ke sumur karena merasa
dirinya telah menjadi mayat.
2.
Satua I Buta Teken I Rumpuh
Pada
suatu desa hidup dua orang saudara yang sangat miskin. Anak yang paling besar
buta, dan yang paling kecil lumpuh. Karena mereka tidak bisa bekerja, kadang-kadang
dalam sehari mereka tidak makan. Pada suatu saat Si Lumpuh mengajak kakaknya Si
Buta agar meminta-minta kepada orang dengan cara Si Buta menggendong Si Lumpuh
agar dapat menunjukkan arah jalan. Semua orang kasian kepada mereka, tersentuh
hatinya melihat keadaan Si Buta dan Si Lumpuh. Ada yang memberi uang, makanan, buah-buahan
dan ada pula yang memberi pakaian bekas. Pada suatu hari Si Buta dan Si Lumpuh
pergi ke desa yang dihuni oleh pengusaha kacang yang kaya raya namun pengusahah
itu tak memiliki anak, karena merasa iba akhirnya pengusaha itu mengangkat Si
Buta dan Si Lumpuh menjadi anak angkatnya. Si Buta dan Si Lumpuh sangat rajin
menguliti kacang dan mereka pun hidup bahagia serta berkecukupan.
- Satua Siap Selem Teken Meng Kuuk
Pada suatu pagi, Siap Selem bersama
4 ekor anaknya pergi meninggalkan rumah untuk mengais - ngais makanan. Namun
ketika hendak pulang hujan pun turun rintik demi rintik dan akhirnya lebat. Siap
selem menyadari, tidak mungkin menerobos hujan yang lebat itu bersama anak -
anaknya yang masih kecil, Siap Selem mulai bingung memikirkan bagaimana cara
untuk pulang. Pada saat kebingungan itu, lewatlah disana seekor Meng Kuuk, dan
mengajak Siap Selem dan anak-anaknya menginap di rumahnya. Siap Selem dengan
penuh rasa curiga pun akhirnya memutuskan bersedia menginap di rumah Meng Kuuk,
mereka melangkah mengikuti Meng Kuuk menuju rumahnya yang terletak di pinggir
sungai, tidak jauh dari situ. Malam pun tiba. Siap Selem bersama anak -anaknya
tidur di sebuah tempat, bersebelahan dengan tempat tidur Meng Kuuk, Meng Kuuk
sendiri memiliki niat jahat ingin memangsa Siap Selem beserta anaknya.
Mendengar niat jahat Meng Kuuk, Siap Selem membangunkan anak-anaknya dan
memerintahkan agar segera meninggalkan tempat ini dengan cara menaiki tembok
dan menyebrangi sungai, keberanian anaknya pun tumbuh dan Meng Kuuk sendiri tak
menyadari bahwa anak-anak Siap Selem telah berhasil kabur, setelah keempat
anaknya telah berhasil kabur, Siap Selem segera mengambil batu yang berukuran
sama dengan dirinya dan keempat anaknya untuk mengelabuhi Meng Kuuk, Siap Selem
pun mengikuti jejak anak-anaknya kabur melewati tembok dan mereka berkumpul
dengan bahagia sementara Meng Kuuk tidak mengetahui kejadian itu, Meng Kuuk
melihat bahwa Siap Selem telah tertidur pulas dan langsung menyergapnya bersama
anak-anaknya, Meng Kuuk melompat dengan tangkas. Batu besar yang diduganya Siap
Selem, disergapnya dengan garang. Apa yang terjadi? Ternyata Meng Kuuk meraung
- raung kesakitan. Beberapa giginya rontok. Keesokan harinya, dari seberang
sungai sana Siap Selem bersama anak - anaknya bernyanyi "Ngik, ngak, ngik,
ngak, gigi pungak nyaplok batu". Meng Kuuk sendiri merasa sangat tersindir
oleh lagu itu, dia menjadi sangat malu.
4.
Satua Luh Sari
Pak Sari dan istrinya Bu Sari mempunyai
satu anak perempuan bernama Luh Sari, anaknya itu baru berumur 1,5 th sangat
disayangi. Sesudah Luh Sari berumur 3
th, ditinggal mati oleh ibunya. Sepeninggal ibunya pan Sari baru merasakan
kesusahan karena dia miskin. Ketika anaknya ditinggal pergi ke sawah, tidak ada
yang mengasuhnya di rumah, jika diajak ke sawah kasian, karna dia masih kecil .
sampai kurus sekarang bapak Sari memikirkan kemiskinannya. Sesudah Luh Sari
berumur 4 th disanalah bapaknya mencari kesenangan hati, lalu dia pun mencari
teman. Sekarang lebih ringan dia tidak terlalu berfikir karena sudah ada yang
disuruh mengasuh anaknya di rumah, disaat dia pergi ke sawah, dan sekarang
sudah ada yang memasakkannya
Diceritakan istri pak sari sekarang
tidak terlalu menganggap anak tirinya.
Disaat pak sari tidak berada di rumah selalu anaknya dicaci maki dan disiksa.
Jika Luh Sari mengadukannya kepada bapaknya tidak mempunyai keberanian karena
ia sangat takut dengan ibunya, jika ia ketahuan mengadu dengan bapaknya, maka
dia akan dipukuli dengan sapu. Terkadang dia sampai tidak dkasi makan jangan
diberi nasi, mengambil air di dapur pun tidak diberi. Jika bpaknya berada di
rumah, disanalah luh sari mendapatkan kasih sayang, dan selalu diberi makan
sepuasnya. Baru saja jejak ayahnya menghilang keluarlah kata-kata yang tidak
semestinya. Di suatu hari, pagi-pagi buta bapaknya pergi ke sawah, karena ia
akan mengajaknya bekerja di sawah. Istrinya repot memasak dirumah karena ia
mengajak sepuluh orang untuk bekerja. Saat itu Luh Sari sangat tidak
diperhatikan, sampai sore hari Luh Sari tidak diberi makan.sampai dia tidak
bisa menahan rasa lapar, seketika ia ke dapur meminta nasi kepada ibunya, Luh
Sari berkata “Ibu, ibu berilah aku
sesuap nasi, lapar sekali perutku, dari tadi aku belum makan!” baru seperti itu
Luh Sari berkata seketika ibunya mengambil kayu bakar, tanpa berpikir panjang
langsung ia memukul dan memberi caci
maki, ibunya berkata, “ kok berani sekali kamu meminta nasi kepadaku, apa sih
penghasilanmu yang sudah aku terima, tidak sabar sekali kamu meminta. Apalagi kamu tidak
pernah berbuat apa, saya baru membuka mata saja langsung pergi ke dapur sampai
sekarang belum makan.” Begitulah kata ibuya, langsung mengambil arang dan
ditempatkan ditempurung kelapa, langsung diberi luh sari.” Ini makanan, makan
dan habiskan!”. Baru sikap ibunya seperti itu, i luh sari menangis
tersendu-sendu, dia baru ingat bahwa dirinya miskin, ditinngal oleh ibunya dan
langsung ia keluar. Sesampainya di luar, dia melihat anak mencabuti bulu ayam.
Bulu ayam itu seketika dipungut Luh Sari, ditusuk-tusukkan di tubuhnya, lalu ia
terbang ke pohon bunut. Sesudahnya ia sampai di atas, disalah ia melanjutkan
tangisnya lalu ia berkata, “ibu, ibu dimana sih ibu berada, ajaklah aku aku
bersamamu, gak kuat aku tinggal di rumah, setiap hari disiksa terus dan diberi
nasi arang berlaukan kumpulan percikkan kayu bakar.” Berhenti ia
mengigau-ngigau ibunya seketika ia bernyanyi. Disaat ia mengucapkan itu,
langsung bapaknya berjalan di bawah pohon bunut tepat di jalan luh sari berada,
didengar terdapat seseorang yang menangis di atas lalu memanggilnya. Ketika ia
melihat ke atas dilihatlah luh sari sedang bersedih. Di sana ia langsung naik
sambil menangis mencari anaknya untuk diajak turun, lalu seketika dicabutlah
bulu ayam yang ada ditubuh anaknya. Sesudah itu ia langsung mengambil kayu
bakar yang telah dipotong dan istrinya pun langsung dicari. Tanpa bertanya lagi
dengan cepat suaminya marah. Disaat yang cewek ingat dengan dirinya, seketika
dia diusir dan disuruh untuk meninggalkan rumah.
5.
Satua I Tuung Kuning
Ada
sebuah cerita penjudi sabung ayam yang bernama I Pudak. Ia pintar sekali
menyabung ayam. Ia semula mempunyai 2 ekor ayam kemudian semenjak dia sering
menang menyabung ayam. Ayamnya pun semakin banyak dan lama-lama sampai
berjumlah ratusan ekor. Istrinya yang pada saat itu hamil tua juga ikut
memelihara ayam suaminya dia sangat kesulitan karena banyaknya ayam yang di
pelihara suaminya.
Diceritakan
I Pudak akan pergi ke selatan gunung, dia berpesan kepada istrinya bahwa dia
akan pergi lama dia menyuruh istrinya jika anaknya lahir dan lahir seorang anak
laki-laki peliharalah dengan baik sedangkan jika lahir anak perempuan cingcang lah
anak tersebut untuk makanan ayam.
Men
wayan pun sudah melahirkan dan anaknya perempuan maka dia pun takut kepada
suaminya maka dari itu Men Wayan meninitpkan anaknya di rumah neneknya. Sudah
bertahun-tahun anak men wayan sudah besar dan ia bernama I Tuung Kuning. Suatu
hari I Pudak sudah kembali dan menanyai istrinya. Lalu istrinya berbohong bahwa
anaknya perempuan dan sudah di bunuh dan di kasih ayam. Namun sayang sayang
seribu sayang salah satu ayam berkata bahwa mereka hanya di kasih ari-arinya
saja. I Pudak pun memarahi istrinya dan menyuruh menjemput anaknya untuk dibawa
kedia . Namun Tuung Kuning tidak kunjung
datang dengan beberapa alasan. Akhirnya di carilah Tuung Kuning oleh ayahnya,
nenek dan ibunya pun sedih melihat anaknya akan di bunuh oleh ayahnya. Kemudian
dibawalah Tuung Kuning oleh ayahnya ke tengah hutan untuk di bunuh. Saat di
tengah hutan dan ketika di bunuh ada bidadari yang menyelamatkan Tuung Kuning
dengan menggantinnya menjadi batang pohon pisang. Maka pohon pisang itulah yang
dicingcang oleh I Pudak dan dibawanya ke rumah untuk pakan ayam. Sesampainya di
rumah langsung ayamnya diberi makan pohon pisang itu dan beberapa saat kemudian
semua ayamnya I Pudak mati. Dia pun menangis dan menyesali dirinya karena telah
membunuh anaknya sendiri. Dicarilah I Tuung Kuning ke hutan, sesampai di hutan
Pudak hanya menangis dan berdiam diri hingga berbulan-bulan lamanya. I Tuung Kuning
yang saat itu berada di surga melihat ayahnya menangisi dirinya. Merasa kasihan
melihat ayahnya menangis, didatangilah ayahnya, kemudian I Pudak pun senang
karena anaknya masih hidup. Akhirnya mereka berdua pulang kembali ke rumah .
Sanak keluarga pun senang melihat Tuung Kuning masih hidup. Tuung Kuning
menjadi buah bibir masyarakat berkat keajaiban yang menimpanya. Singkat cerita
I Pudak mengajak anaknya ke Puri yang kemudian bercerita tentang bagaimana
surga itu. Bukan itu saja I Tuung Kuning di sukai oleh pangeran dan dinikahi,
ayahnya tuung kuning pun mendapat kepercayaan menjadi kepala desa
2.2
Struktur Intrinsik
Struktur
intrinsik adalah struktur yang membangun karya sastra dari dalam. Struktur
interinsik dalam karya sastra mencangkup 6 hal yakni :
1. Tema
2. Amanat
3. Alur/Plot
4. Perwatakan/Penokohan
5. Latar/Setting
6. Sudut
Pandang
Keenam unsur
interinsik tersebut tentunya bukan menjadi hal asing lagi di telinga kita,
mengingat bahwa karya sastra sangat membutuhkan unsur dari dalam yang akan
membantu menopang dan menentukan eksistensi karya sastra itu sendiri.
Dalam
kumpulan cerita satua Bali I Nengah Tinggen, struktur interinsik yang
terkandung di dalamnya adalah;
1)
Satua
I Belog
Dalam
cerita satua I Belog unsur interinsik yang terkandung di dalamnya yakni :
A. Tema
Tema yang diangkat
dalam satua I Belog adalah “Akibat dari
kebodohan”
B. Amanat
Amanat yang dapat
disampaikan kepada pembaca dari satua I Belog adalah “Ilmu atau wawasan merupakan hal yang sangat penting dan wajib untuk
dicari agar nantinya tidak selalu bergantung dan merugikan orang lain di
sekitar kita”
C. Alur
Alur atau Plot dari
satua I Belog adalah menggunakan “Alur
maju”.
D. Perwatakan/Penokohan
Dalam cerita satua I
Belog, metode yang digunakan pengarang dalam melukiskan watak tokoh adalah
metode “Campuran”, yakni gabungan analitik dan dramatik.
·
I Belog memiliki watak yang “Sangat Bodoh”, hal ini dapat dibuktikan
dalam kutipan berikut:
“Mara ia teked di tengah semane nget nepukin
bangken anak luh keliwat jegeg pesan. I Belog lantas ngomong, “luh, luh, nyak mekurenan
teken tiang” anake ento mendep dogen.”
(I Nengah Tinggen,
2003:10)
·
Ibu I Belog memiliki watak yang “baik dan peduli” terhadap anaknya.
Perhatikan kutipan berikut:
“Meme,
yen anake mati, bengu bonne? Memene lantas mesaut, “Aa, yen anake mati bonne
bengu, buina nyem awakne”
(I Nengh Tinggen,
2003:11)
E. Latar/Setting
Latar atau setting pada
cerita satua Bali I Belog yakni di Sema
(Kuburan) dan di rumah.
F. Sudut
Pandang
Sudut Pandang yang
digunakan dalam mengkisahkan satua I Belog adalah sudut pandang “Orang Ketiga”
artinya pengarang berada di luar cerita, ia menuturkan tokoh-tokoh di luar,
tidak terlibat dalam cerita.
2)
Satua
I
Buta Teken I Rumpuh
Dalam
cerita satua I Buta Teken I Rumpuh, unsur interinsik yang terkandung di
dalamnya yakni :
A. Tema
Tema yang diangkat
dalam satua I Buta Teken I Rumpuh adalah “Usaha
orang cacat fisik dalam menyambung nyawa”
B. Amanat
Amanat yang dapat
disampaikan kepada pembaca dari satua I Buta Teken I Rumpuh adalah “Siapa pun yang ingin sukses dan bahagia
hidupnya di dunia maka perlu usaha dan kerja keras”.
C. Alur/Plot
Alur atau Plot dari
satua I Belog adalah menggunakan “Alur
maju”.
D. Perwatakan/Penokohan
Dalam cerita satua I Buta
Teken I Rumpuh, metode yang digunakan pengarang dalam melukiskan watak tokoh
adalah metode “Dramatik”, yakni pengarang
melukiskan watak tokoh dengan tidak langsung.
·
I Buta memiliki watak “Tak pernah putus asa”, perhatikan
kutipan cerita berikut:
“Papineh
adinne kebenehang pesan teken I Buta, lantas ideh-ideh I Rumpuh gandonga
kumah-umah anake ngidih-ngidih, kanti payu medaar.”
(I Nengah Tinggen
2003:1)
·
I Rumpuh memiliki watak “Pintar dan Tak pernah putus asa”, hal
ini dibuktikan pada kutipan sebagai berikut:
“Mesaut
I Rumpuh, kene papineh i cange, beli tusing ningalin apan-apan, nanging kereng
mejalan. Batis icange rumpuh, nanging matan icang cedang. Yen beneh munyin
icang, gandong icang, icang matujuin Beli ambah-ambahan”
(I Nengah Tinggen
2003:1)
·
Saudagar Kacang memiliki watak “baik dan peduli”, perhatikan kutipan
berikut:
“Mara
ia ningalin kaanan I Buta ajaka I Rumpuh buka ento, lantas metu kenehne
kapiolasan lakar nuduk I Buta ajaka I Rumpuh anggona pianak.”
(I Nengah Tinggen
2003:1)
E. Latar/Setting
Latar atau setting pada
cerita satua Bali I Buta Teken I Rumpuh yakni di Desa.
F. Sudut Pandang
Sudut Pandang yang
digunakan dalam mengkisahkan satua I Buta Teken I Rumpuh adalah sudut pandang
“Orang Ketiga” artinya pengarang berada di luar cerita, ia menuturkan
tokoh-tokoh di luar, tidak terlibat dalam cerita.
3)
Satua Siap Selem Teken Meng Kuuk
Dalam
cerita satua Siap Selem Teken Meng Kuuk, unsur interinsik yang terkandung di
dalamnya yakni :
A. Tema
Tema yang diangkat
dalam satua Siap Selem Teken Meng Kuuk adalah “orang yang bermuka dua”
B. Amanat
Amanat yang dapat
disampaikan kepada pembaca dari satua Siap Selem Teken Meng Kuuk adalah “setiap kejahatan pasti akan mendapatkan
akibatnya”.
C. Alur/Plot
Alur atau Plot dari
satua Siap Selem Teken Meng Kuuk adalah menggunakan “Alur maju”.
D. Perwatakan/Penokohan
Dalam cerita satua Siap
Selem Teken Meng Kuuk, metode yang digunakan pengarang dalam melukiskan watak
tokoh adalah metode “Campuran”, sama
halnya dengan cerita satua I Belog, yakni gabungan analitik dan dramatik.
·
Siap Selem memiliki watak “Baik, Penyayang, dan Pintar”.
·
Anak-anaknya memiliki watak “Penurut dan Pemberani”.
·
Meng Kuuk memiliki watak “Jahat dan Licik”, perhatikan
E. Latar/Setting
Latar atau setting pada
cerita satua Bali Siap Selem Teken Meng Kuuk yakni di Seberang Sungai dan di Rumah
Meng Kuuk.
F. Sudut Pandang
Sudut Pandang yang
digunakan dalam mengkisahkan satua Siap Selem Teken Meng Kuuk adalah sudut
pandang “Orang Ketiga” artinya pengarang berada di luar cerita, ia menuturkan
tokoh-tokoh di luar, tidak terlibat dalam cerita.
4)
Satua
Luh Sari
Dalam
cerita satua Luh Sari, unsur interinsik yang terkandung di dalamnya yakni :
A. Tema
Tema yang diangkat
dalam satua Luh Sari adalah “Penderitaan
anak tiri”
B. Amanat
Amanat yang dapat
disampaikan kepada pembaca dari satua Luh Sari adalah “Janganlah sesekali menyiksa anak tiri, karena sejatinya semua anak itu
sama saja di mata Tuhan”.
C. Alur/Plot
Alur atau Plot dari
satua Luh Sari adalah menggunakan “Alur
maju”.
D. Perwatakan/Penokohan
Dalam cerita satua Luh
Sari, metode yang digunakan pengarang dalam melukiskan watak tokoh adalah
metode “Dramatik”.
·
Luh Sari memiliki watak “lugu”. Perhatikan kutipan berikut:
“Baan
tuara dadi baana naanang basangne seduk, laut ia kapaon ngidih nasi teken
memene, kene munyine, “meme,meme baang ja icang ngidih nasi asopan seduk gati
basang icang e, uli tuni icang konden ngamah !”
(I Nengah Tinggen, 2003:22)
·
Pan Sari memiliki watak “Baik hati dan penyayang”. Tergambar
pada cerita, sosok Pan Sari ini adalah sosok yang sayang terhadap keluarga dan
anaknya.
·
Men Sari memiliki watak “Baik hati dan penyayang”. Hal ini
dibuktikan karena ia sayang terhadap kedua orang tuanya.
·
Ibu tiri memiliki watak “Kasar dan kejam”. Perhatikan kutipan
berikut:
“
sabilang pan sari tusing jumah setate kone anake ceri maan munyi tan rahayu tur
pepes tigtiga”.
(I Nengah Tinggen 2003:21)
E. Latar/Setting
Latar atau setting pada
cerita satua Luh Sari yakni di rumah Luh Sari, di atas pohon bunut.
F. Sudut
Pandang
Sudut Pandang yang
digunakan dalam mengkisahkan satua Luh Sari adalah sudut pandang “Orang Ketiga”
artinya pengarang berada di luar cerita, ia menuturkan tokoh-tokoh di luar,
tidak terlibat dalam cerita.
5)
Satua I Tuung Kuning
Dalam
cerita satua Luh Sari, unsur interinsik yang terkandung di dalamnya yakni :
A. Tema
Tema yang diangkat
dalam satua Satua I Tuung Kuning
adalah “Sosial kehidupan”
B. Amanat
Amanat yang dapat
disampaikan kepada pembaca dari satua I Tuung Kuning adalah “rawatlah anak itu dengan
baik jangan menyia-nyiakannya karena anak itu merupakan anugrah dari tuhan”.
C. Alur/Plot
Alur atau Plot dari
satua I Tuung Kuning adalah menggunakan “Alur
maju”.
D. Perwatakan/Penokohan
Dalam cerita satua I
Tuung Kuning, metode yang digunakan pengarang dalam melukiskan watak tokoh
adalah metode “Dramatik”.
·
I
Tuung Kuning berwatak
“baik
hati”,
perhatikan kutipan berikut:
“Pedaleme peasn
bapane bulan-bulanan sedih kanti berag tur tusing medaar-daar”
(I
Nengah Tinggen, 2002:7)
·
Ayam
berwatak “Jahat”, perhatikan kutipan
berikut:
“Bek, bek
kukuruyuk arin-arine dogen baanga, panakne kingsanange jumah dadongne”
(I
Nengah Tinggen, 2002:3)
·
Ida
Anake Agung memiliki watak
“baik”, perhatikan kutipan berikut:
“to bapane
lantas kaicen pangkat prebekel”
(I
Nengah Tinggen, 2002:9)
·
I
Pudak berwatak
“jahat
atau kejam”, perhatikan kutipan berikut:
“Nah da nyai
buin ngliunang omong, nyai lakar anggon bapa amah-amahan siap, salah nyaine
baan nyaine tumbuh dadi jleme luh ”
(I
Nengah Tinggen, 2002:6)
·
I
Wayan memiliki sifat “baik”,
perhatikan tabel berikut:
“kene meme, ada
pabesen bapane ipidan, anak konkone nektek maang siap, yen luh panake. To
krananne anake cerik icing ”
(I
Nengah Tinggen, 2002:2)
·
Nenek
I Tuung Kuning berwatak “baik”,
perhatikan kutipan berikut:
“Nah lamon keto,
dini suba pejang anake cerik meme ngajak”
(I
Nengah Tinggen, 2002:2)
·
Bidadari
memiliki sifat “baik hati”,
perhatikan kutipan ini:
“Beh pedalem ja
I Tuung Kuning, anak tusing ngelah salah dadi nagih matiange. ah bakal tulungin
kone ia”
(I
Nengah Tinggen, 2002:6)
E. Latar/Setting
Latar atau setting pada
cerita satua I Tuung Kuning yakni di
rumah Tuung Kuning, Rumah Nenek Tuung dan di Hutan
F. Sudut
Pandang
Sudut Pandang yang
digunakan dalam mengkisahkan satua Luh Sari adalah sudut pandang “Orang Ketiga” artinya pengarang berada
di luar cerita, ia menuturkan tokoh-tokoh di luar, tidak terlibat dalam cerita.
2.3
Struktur Ekstrinsik
Struktur
Ekstrinsik ialah struktur yang membangun karya sastra dari luar. Dalam hal ini
kita mencoba menganailisis unsur Budaya dan Organisasi Sosial yang ada pada
kumpulan cerita Satua Bali I Nengah Tinggen.
Unsur Budaya dan
Organisasi sosial yang ada pada cerita Satua Bali I Nengah Tinggen yakni;
1Satua
I Belog
A. Unsur
Budaya
Cerita
Satua Bali I Belog ini mengisahkan tentang seseorang yang bertindak dan
berprilaku sangat bodoh, ini merupakan wujud penggambaran budaya dan watak masyarakat
Bali yang masih banyak berprilaku sangat bodoh dan kurang berpendidikan.
B. Unsur
Organisasi Sosial
Unsur
Organisasi Sosial yang nampak pada cerita Satua Bali I Belog ini yakni
masayrakat Bali sangatlah menjunjung tinggi rasa kerja sama demi untuk
mewujudkan satu tujuan bersama.
2)
Satua
I
Buta Teken I Rumpuh
A. Unsur
Budaya
Cerita
Satua Bali I Buta Teken I Rumpuh
ini mengisahkan tentang kebersamaan antar saudara sangatlah penting untuk
saling melengkapi satu sama lain. Demikian halnya dengan masyarakat Bali yang
sangat menjunjung tinggi budaya kebersamaan. Dalam cerita satua ini juga
mencerminkan bahwa masyarakat Bali, budaya saling memikul atau rasa
solidaritasnya sangat tinggi.
B. Unsur
Organisasi Sosial
Unsur
Organisasi Sosial yang nampak pada cerita Satua Bali I Buta Teken I Rumpuh ini yakni nampak
saat I Rumpuh mengajak kakaknya I Buta untuk bekerja sama meminta-minta uang ke
orang-orang, ini mencerminkan masyarakat Bali jiwa bekerja samanya masih
kental.
3)
Satua Siap Selem Teken Meng Kuuk
Unsur
budaya yang nampak pada cerita satua ini adalah budaya menyayangi dan peduli
terhadap masa depan anak di kalangan masyarakat Bali sagatlah kental.
4)
Satua
Luh Sari
Unsur
budaya yang ada dalam satua tersebut adalah masyarakat Bali pada zaman dahulu
sebagian besar ibu tiri menyiksa anak tirinya tanpa memberikan kasih sayang
yang utuh selaknya anak kandungnya sendiri.
5)
Satua
I Tuung Kuning
Unsur
Budaya yang nampak pada satua I Tuung Kuning adalah saat kelahiran Tuung Kuning
sebagai anak perempuan tidak diharapkan, ini menggambarkan masyarakat Bali
terdahulu tidak butuh anak perempuan karena dipercaya akan menyusahkan keluarga
saja.
2.4
Nilai Pendidikan Karakter
Istilah karakter
dihubungkan dan dipertukarkan dengan istilah etika, ahlak, dan atau nilai dan
berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi positif bukan netral. Sedangkan
Karakter menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) merupakan sifat-sifat
kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain.
Dengan demikian karakter adalah nilai-nilai yang unik-baik yang terpateri dalam
diri dan terejawantahkan dalam perilaku.
Menurut
Achmad Husen (dalam http://www.konsistensi.com/2013/05/18-nilai-dalam-pendidikan-karakter.html) pendidikan karakter
merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk
membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan
dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan
kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan
perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat
istiadat.
Pendidikan
karakter mempercayai adanya keberadaan moral absolute, yakni bahwa moral
absolute perlu diajarkan kepada generasi muda agar mereka paham betul mana
yang baik dan benar.
Dalam
cerita “Satua Bali” tentunya pasti tersirat nilai pendidikan karakter bagi
generasi muda, seperti mengajarkan
nilai-nilai
jujur, bertanggung jawab, cerdas, kreatif, bersih dan sehat, peduli, serta
gotong royong.
Inilah
nilai-nilai pendidikan karakter yang diajarkan dari kumpulan cerita Satua Bali
oleh I Nengah Tinggen;
1)
Satua I Belog
Nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam
cerita satua ini adalah nilai “Jujur”,
hal ini tergambar ketika I Belog bertanya kepada ibunya mengenai mayat, ibunya
pun menjawab dengan apa adanya. Perhatikan kutipan berikut:
“Meme, yen anake mati, bengu bonne?
Memene lantas mesaut, “Aa, yen anake mati bonne bengu, buina nyem awakne”
(I Nengh Tinggen,
2003:11)
2)
Satua I Buta Teken I
Rumpuh
Nilai
pendidikan karakter yang terkandung dalam cerita satua ini adalah nilai “Keratif”, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan inovasi dalam
berbagai segi dalam memecahkan masalah, hal ini diperagakan oleh I Rumpuh
ketika menemukan ide untuk mencari uang dan sesuap nasi. Ini tergambar dalam kutipan
berikut:
“Mesaut
I Rumpuh, kene papineh i cange, beli tusing ningalin apan-apan, nanging kereng
mejalan. Batis icange rumpuh, nanging matan icang cedang. Yen beneh munyin
icang, gandong icang, icang matujuin Beli ambah-ambahan” (I
Nengah Tinggen 2003:1)
Selain nilai kreatif,
nilai “Tanggung jawab”. Ini tercermin
pada kutipan berikut:
“I Buta ajaka I Rumpuh
kendel pesan ajaka ditu, tur ia anteng pesan nulungin melut-melut kacang tanah,
ane lakar adepe teken sudagare ento”
(I Nengah Tinggen, 2002:1)
3)
Satua Siap Selem Teken Meng Kuuk
Nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam
cerita satua ini adalah nilai “Tanggung
jawab”, hal ini digambarkan ketika Meng Kuuk mencoba memangsa anak-anaknya,
Siap Selem berusaha melindungi anak-anaknya dengan penuh rasa tanggung jawab
sebagai seorang ibu. Selain itu juga terdapat nilai “Kreatif”, yaitu ketika Siap Selem mencari ide untuk kabur dari
rumah Meng Kuuk bersama anaknya. Setelah itu meng Kuuk tak ingin meninggalkan
jejak dengan cara mengganti dirinya dengan batu seukuran sama dengannya dan
anak-anaknya.
4)
Satua Luh Sari
Nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam
cerita satua ini adalah nilai “Jujur”. Hal ini dibuktikannya saat Luh Sari
merasa sangat kelaparan dan ia pun akhirnya memberanikan diri berkata jujur
terhadap ibunya yang sangat kejam itu, hanya demi mendapatkan makanan.
Perhatikan kutipan berikut:
“Baan
tuara dadi baana naanang basangne seduk, laut ia kapaon ngidih nasi teken
memene, kene munyine, “meme,meme baang ja icang ngidih nasi asopan seduk gati
basang icang e, uli tuni icang konden ngamah !”
(I Nengah Tinggen,
2003:22)
5)
Satua I Tuung Kuning
Nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam
cerita satua ini adalah nilai “tanggung
jawab”, hal ini digambarkan saat Ibu Tuung Kuning meminta bantuan terhadap
ibunya untuk mengasuh anaknya demi keselamatan anaknya, itulah tanggung jawab
sebagai seorang ibu dalam melindungi buah hatinya. Perhatikan kutipan berikut:
“Meme ngajak anake cerik nah meme. Icang takut
ngajak jumah nyen teka bapanne, payu lempagine nyen tendas icange anak ia
brangsongan pesan”
(I Nengah Tinggen, 2002:2)
Selain itu juga terdapat nilai
“Jujur” di dalam satua ini, yakni ketika salah satu ayam I Pudak berkata jujur
bahwa anaknya dititipkan di tempat neneknya. Perhatikan kutipan berikut:
“Bek, bek kukuruyuk arin-arine dogen
baanga, panake kingsananga jumah dadongne”
(I
Nengah Tinggen, 2002:3)
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Berdasarkan
analisis yang telah dilakukan terhadap “Cerita Satua Bali I
Nengah Tinggen” di atas maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1.
Struktur
Interinsik:
·
Satua I Belog,
bertemakan akibat dari sebuah kebodohan, amanat yang dapat disampaikan adalah Ilmu
atau wawasan merupakan hal yang sangat penting dan wajib untuk dicari agar
nantinya tidak selalu bergantung dan merugikan orang lain di sekitar kita,
watak I Belog adalah sangat bodoh dan ibunya baik hati dan penyayang, kemudian
latar tempat di rumah I Belog dan menggunakan sudut padang orang ketiga.
·
Satua I Buta
teken I Rumpuh bertemakan usaha dari seorang anak cacat, amanat yang dapat
disampaikan adalah siapa pun yang ingin sukses dan bahagia
hidupnya di dunia maka perlu usaha dan kerja
keras, watak I Buta adalah pantang menyerah dan I Rumpuh baik hati dan
pantang menyerah, kemudian latar tempat di Desa, alur yang digunakan alur maju
dan menggunakan sudut padang orang ketiga.
·
Satua Siap Selem
teken Meng Kuuk bertemakan orang yang bermuka dua, amanat yang dapat
disampaikan adalah setiap kejahatan pasti akan mendapatkan
akibatnya, watak Siap Selem adalah pintar dan bertanggung jawab dan Meng Kuuk
berwatak licik, kemudian latar tempat di seberang sungai dan rumah Meng Kuuk,
alur yang digunakan alur maju dan menggunakan sudut padang orang ketiga.
·
Satua Luh Sari bertemakan
penderitaan anak tiri amanat yang dapat disampaikan adalah janganlah
sesekali menyiksa anak tiri, karena sejatinya semua anak itu sama saja di mata
Tuhan, watak Luh Sari adalah lugu, Pan Sari baik hati dan penyayang, Men Sari
sama dan Ibu Tiri memiliki watak kasar kemudian latar tempat di rumah dan di pohon
bunut Meng Kuuk, alur yang digunakan alur maju dan menggunakan sudut padang
orang ketiga.
·
Satua Tuung
Kuning bertemakan anak yang tak diharapkan amanat yang dapat disampaikan adalah
janganlah
sesekali menyianyiakan anak pemberian Tuhan, watak Tuung Kuning adalah Baik
hati, I Pudak kasar dan kejam kemudian latar tempat di rumah Tuung Kuning di
rumah nenek dan di hutan, alur yang digunakan alur maju dan menggunakan sudut
padang orang ketiga.
2.
Struktur
Eksterinsik:
·
Satua I Belog, penggambaran
budaya dan watak masyarakat Bali yang masih banyak berprilaku sangat bodoh dan
kurang berpendidikan dan masayrakat Bali sangatlah menjunjung tinggi rasa kerja
sama demi untuk mewujudkan satu tujuan bersama.
·
Satua I Buta teken I Rumpuh, menggambarkan
masyarakat Bali yang sangat menjunjung tinggi budaya kebersamaan.
·
Satua Siap Selem teken Meng Kuuk,
menggambarkan budaya menyayangi dan peduli terhadap masa depan anak di kalangan
masyarakat Bali sagatlah kental.
·
Satua Luh Sari, menggambarkan masyarakat
Bali pada zaman dahulu sebagian besar
ibu tiri menyiksa anak tirinya tanpa memberikan kasih sayang yang utuh selaknya
anak kandungnya sendiri.
·
Satua I Tuung
Kuning, menggambarkan masyarakat Bali terdahulu tidak butuh
anak perempuan karena dipercaya akan menyusahkan keluarga saja.
3.
Nilai Pendidikan
Karakter yang terdapat dalam 5 cerita satua Bali I Nengah Tinggen adalah Jujur,
Kreatif dan Tanggung jawab.
3.2
Saran
Untuk mengetahui makna yang tersirat
pada cerita satua Bali I Nengah Tinggen, tentunya kita terlebih dahulu harus
memahami dan memaknai isinya termasuk menganalisis struktur interinsik,
struktur ekstrinsik serta melihat nilai pendidikan karakter yang terkandung di
dalam cerita satua Bali tersebut yang dapat menjadikan pembelajaran untuk kita
dalam membentuk pola prilaku yang saat ini telah ternodai oleh zaman
globalisasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar