Kamis, 12 Desember 2013

ANALISIS KUMPULAN CERITA SATUA BALI YANG DIKUMPULKAN OLEH I NENGAH TINGGEN



ABSTRAK
Karya sastra adalah ciptaan yang disampaikan dengan komunikatif tentang maksud penulis untuk tujuan esterika. Karya sastra juga merupakan bagian dari kebudayaan, kelahirannya di tengah-tengah masyarakat tiada luput dari pengaruh sosial dan budaya. Salah satu dari karya sastra itu adalah cerita-cerita rakyat. Dalam masyarakat Bali, banyak tersebar cerita-cerita rakyat. Cerita rakyat di Bali disebut dengan Satua Bali. Satua Bali merupakan cerita rakyat yang berasal dari kehidupan sosial masyarakat Bali itu sendiri. Dalam Satua Bali banyak terdapat nilai-nilai moral yang mengajarkan kebaikan dan menjadikan pembelajaran untuk membentuk pola prilaku berkarakter positif yang saat ini telah enyah oleh peradaban zaman. Dalam konteks ini, kumpulan cerita satua Bali I Nengah  Tinggen menjadi objek yang dianalisis guna mencari unsur interinsik dan eksterinsik serta nilai pendidikan karakter yang terkandung di dalamnya. Cerita satua Bali I Nengah Tinggen terbukti menyajikan suatu pembelajaran untuk generasi muda saat ini dalam mewujudkan program pendidikan berkarakter. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya antara lain seperti : Jujur, kreatif, dan bertanggung jawab. Seperti dalam satua I Buta Teken I Rumpuh, dalam cerita tersebut kita diajarkan untuk memiliki pemikiran yang kreatif, artinya sikap dan perilaku yang mencerminkan inovasi dalam berbagai segi dalam memecahkan masalah, sehingga selalu menemukan cara-cara baru, bahkan hasil-hasil baru yang lebih baik dari sebelumnya. Selain itu, salah satu cerita satua bali seperti I Belog ini mengisahkan tentang seseorang yang bertindak dan berprilaku sangat bodoh, ini merupakan wujud penggambaran budaya dan watak masyarakat Bali pada zaman itu yang masih banyak berprilaku sangat bodoh dan kurang berpendidikan. Inilah sebabnya kita perlu untuk menjaga dan melestarikan karya sastra yang berasal dari Bali ini yang telah sulit untuk ditemukan, kalau bukan kita siapa lagi.
Kata Kunci: Cerita Satua Bali, Pendidikan Karakter, Masyarakat Bali.


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karya sastra adalah ciptaan yang disampaikan dengan komunikatif tentang maksud penulis untuk tujuan esterika. Karya sastra juga merupakan bagian dari kebudayaan, kelahirannya di tengah-tengah masyarakat tiada luput dari pengaruh sosial dan budaya. Menurut Saini K. M. (dalam http://grms.multiply.com/journal/item/26), karya sastra merupakan hasil pemikiran tentang kehidupan yang berbentuk fiksi dan diciptakan oleh pengarang untuk memperluas, memperdalam dan memperjernih penghayatan pembaca terhadap salah satu sisi kehidupan yang disajikannya, salah satu wujud dari karya sastra tersebut yakni cerita-cerita rakyat.
Dalam masyarakat Bali banyak tersebar cerita-cerita rakyat. Cerita rakyat di Bali sering disebut dengan Satua Bali. Secara sempit yang disebut Satua Bali adalah satua-satua yang penyebarannya dari mulut ke mulut dan tidak diketahui siapa penciptanya. Tetapi dalam pandangan luas, satua Bali berasal dari karya-karya pengarang, baik yang berbahasa Bali maupun berbahasa Jawa Kuna. Satua-satua Bali baik yang masih berbentuk lisan maupun yang sudah dicetak dapat ditemukan di masyarakat.
Satua Bali adalah salah satu produk seni tradisional Bali yang cenderung diperuntukan kepada anak–anak, namun sayang keberadaan Satua Bali saat ini sangat minim padahal Satua Bali merupakan warisan leluhur yang patut dijaga dan dilestarikan kebudayaannya. Mengingat nilai–nilai moral dan pendidikan karakter yang terkandung di dalam Satua Bali ini sangat baik untuk pembentukan pribadi anak, serta dapat pula menanamkan rasa penghargaan anak terhadap budaya dan kebiasaan setempat.

Oleh karena itu, mari kita bersama-sama menjaga dan melestarikan kebudayaan Bali, kebudayaan milik kita bersama. Atas dasar itulah penulis penulis mencoba untuk manganalisis cerita Satua Bali yang dikumpulkan oleh I Nengah Tinggen ditinjau dari struktur karya dan pendidikan karakter yang ada dalam Satua Bali tersebut.
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui Struktur Intrinsik yang terkandung dalam cerita Satua Bali yang dikumpulkan oleh I Nengah Tinggen.
2.      Untuk mengetahui Struktur Ekstrinsik yang terkandung dalam cerita Satua Bali yang dikumpulkan oleh I Nengah Tinggen.
3.      Untuk mengetahui nilai-nilai Pendidikan Karakter yang terkandung dalam cerita Satua Bali yang dikumpulkan oleh I Nengah Tinggen.

1.3 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini adalah :
1.      Tulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan kepada seluruh masyarakat Bali tentang pentingnya menjaga dan melestarikan satua-satua Bali yang saat ini sulit dicari.
2.      Tulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi masyarakat tentang pentingnya menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter sejak dini.







BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Ringkasan Cerita
1.      Satua I Belog
Ada cerita tentang Si Belog, yang pekerjaanya hanya bermain-main dan makan saja. Pada suatu hari Si Belog bermain  ke Desa seberang. Saat ia hendak  pulang, ia melewati kuburan yang sangat luas. Saat  ia tepat  berada ditengah kuburan ia bertemu seorang wanita yang sangat cantik. Si Belog kemudian berkata “Luh, Luh, iluh mau menikah dengan saya?” wanita itu hanya diam saja. “Bah... kamu pasti mau dengan saya, saya gendong kamu ke rumah saya”. Sambil ia berkata seperti itu, kemudian mayat itu digendong  ke rumahnya, dan dibawanya masuk ke kamarnya. Si Belog pun memberitahukan hal itu kepada ibunya, setelah itu ia mengambilkan nasi untuk calon istrinya yang sebenarnya adalah mayat yang telah membusuk. Si Belog sangat senang calon istrinya menghabiskan nasi itu, padahal nasi itu habis karena dimakan oleh kucing, Si Belog mengira bahwa calon istrinya masih malu-malu kepadanya. Lama kelamaan ibu Si Belog mulai penasaran dan melihat ke kamar Si Belog, dan ibunya pun kaget setengah mati karena melihat mayat yang telah membusuk di kamar Si Belog. Ibunya akhirnya membuang mayat itu ke dalam sumur. Si Belog baru mengetahui bahwa mayat adalah orang yang berbau busuk. Setelah ibunya kembali dari sumur, Si Belog mencium bau busuk di badan ibunya, karena kebetulan ibunya belum mandi pada saat itu. Tanpa berpikir panjang Si Belog membuang ibunya ke sumur dan ia pun hidup sendiri. Suatu saat tak sadar Si Belog kentut dan diciumnya bau busuk ada pada dirinya, ia pun berlari dan menceburkan diri ke sumur karena merasa dirinya telah menjadi mayat.

2.     Satua I Buta Teken I Rumpuh
Pada suatu desa hidup dua orang saudara yang sangat miskin. Anak yang paling besar buta, dan yang paling kecil lumpuh. Karena mereka tidak bisa bekerja, kadang-kadang dalam sehari mereka tidak makan. Pada suatu saat Si Lumpuh mengajak kakaknya Si Buta agar meminta-minta kepada orang dengan cara Si Buta menggendong Si Lumpuh agar dapat menunjukkan arah jalan. Semua orang kasian kepada mereka, tersentuh hatinya melihat keadaan Si Buta dan Si Lumpuh. Ada yang memberi uang, makanan, buah-buahan dan ada pula yang memberi pakaian bekas. Pada suatu hari Si Buta dan Si Lumpuh pergi ke desa yang dihuni oleh pengusaha kacang yang kaya raya namun pengusahah itu tak memiliki anak, karena merasa iba akhirnya pengusaha itu mengangkat Si Buta dan Si Lumpuh menjadi anak angkatnya. Si Buta dan Si Lumpuh sangat rajin menguliti kacang dan mereka pun hidup bahagia serta berkecukupan.

  1. Satua Siap Selem Teken Meng Kuuk
Pada suatu pagi, Siap Selem bersama 4 ekor anaknya pergi meninggalkan rumah untuk mengais - ngais makanan. Namun ketika hendak pulang hujan pun turun rintik demi rintik dan akhirnya lebat. Siap selem menyadari, tidak mungkin menerobos hujan yang lebat itu bersama anak - anaknya yang masih kecil, Siap Selem mulai bingung memikirkan bagaimana cara untuk pulang. Pada saat kebingungan itu, lewatlah disana seekor Meng Kuuk, dan mengajak Siap Selem dan anak-anaknya menginap di rumahnya. Siap Selem dengan penuh rasa curiga pun akhirnya memutuskan bersedia menginap di rumah Meng Kuuk, mereka melangkah mengikuti Meng Kuuk menuju rumahnya yang terletak di pinggir sungai, tidak jauh dari situ. Malam pun tiba. Siap Selem bersama anak -anaknya tidur di sebuah tempat, bersebelahan dengan tempat tidur Meng Kuuk, Meng Kuuk sendiri memiliki niat jahat ingin memangsa Siap Selem beserta anaknya. Mendengar niat jahat Meng Kuuk, Siap Selem membangunkan anak-anaknya dan memerintahkan agar segera meninggalkan tempat ini dengan cara menaiki tembok dan menyebrangi sungai, keberanian anaknya pun tumbuh dan Meng Kuuk sendiri tak menyadari bahwa anak-anak Siap Selem telah berhasil kabur, setelah keempat anaknya telah berhasil kabur, Siap Selem segera mengambil batu yang berukuran sama dengan dirinya dan keempat anaknya untuk mengelabuhi Meng Kuuk, Siap Selem pun mengikuti jejak anak-anaknya kabur melewati tembok dan mereka berkumpul dengan bahagia sementara Meng Kuuk tidak mengetahui kejadian itu, Meng Kuuk melihat bahwa Siap Selem telah tertidur pulas dan langsung menyergapnya bersama anak-anaknya, Meng Kuuk melompat dengan tangkas. Batu besar yang diduganya Siap Selem, disergapnya dengan garang. Apa yang terjadi? Ternyata Meng Kuuk meraung - raung kesakitan. Beberapa giginya rontok. Keesokan harinya, dari seberang sungai sana Siap Selem bersama anak - anaknya bernyanyi "Ngik, ngak, ngik, ngak, gigi pungak nyaplok batu". Meng Kuuk sendiri merasa sangat tersindir oleh lagu itu, dia menjadi sangat malu.

4.      Satua Luh Sari
Pak Sari dan istrinya Bu Sari mempunyai satu anak perempuan bernama Luh Sari, anaknya itu baru berumur 1,5 th sangat disayangi. Sesudah Luh Sari berumur  3 th, ditinggal mati oleh ibunya. Sepeninggal ibunya pan Sari baru merasakan kesusahan karena dia miskin. Ketika anaknya ditinggal pergi ke sawah, tidak ada yang mengasuhnya di rumah, jika diajak ke sawah kasian, karna dia masih kecil . sampai kurus sekarang bapak Sari memikirkan kemiskinannya. Sesudah Luh Sari berumur 4 th disanalah bapaknya mencari kesenangan hati, lalu dia pun mencari teman. Sekarang lebih ringan dia tidak terlalu berfikir karena sudah ada yang disuruh mengasuh anaknya di rumah, disaat dia pergi ke sawah, dan sekarang sudah ada yang memasakkannya
Diceritakan istri pak sari sekarang tidak terlalu menganggap  anak tirinya. Disaat pak sari tidak berada di rumah selalu anaknya dicaci maki dan disiksa. Jika Luh Sari mengadukannya kepada bapaknya tidak mempunyai keberanian karena ia sangat takut dengan ibunya, jika ia ketahuan mengadu dengan bapaknya, maka dia akan dipukuli dengan sapu. Terkadang dia sampai tidak dkasi makan jangan diberi nasi, mengambil air di dapur pun tidak diberi. Jika bpaknya berada di rumah, disanalah luh sari mendapatkan kasih sayang, dan selalu diberi makan sepuasnya. Baru saja jejak ayahnya menghilang keluarlah kata-kata yang tidak semestinya. Di suatu hari, pagi-pagi buta bapaknya pergi ke sawah, karena ia akan mengajaknya bekerja di sawah. Istrinya repot memasak dirumah karena ia mengajak sepuluh orang untuk bekerja. Saat itu Luh Sari sangat tidak diperhatikan, sampai sore hari Luh Sari tidak diberi makan.sampai dia tidak bisa menahan rasa lapar, seketika ia ke dapur meminta nasi kepada ibunya, Luh Sari berkata “Ibu, ibu  berilah aku sesuap nasi, lapar sekali perutku, dari tadi aku belum makan!” baru seperti itu Luh Sari berkata seketika ibunya mengambil kayu bakar, tanpa berpikir panjang langsung ia memukul  dan memberi caci maki, ibunya berkata, “ kok berani sekali kamu meminta nasi kepadaku, apa sih penghasilanmu yang sudah aku terima, tidak sabar  sekali kamu meminta. Apalagi kamu tidak pernah berbuat apa, saya baru membuka mata saja langsung pergi ke dapur sampai sekarang belum makan.” Begitulah kata ibuya, langsung mengambil arang dan ditempatkan ditempurung kelapa, langsung diberi luh sari.” Ini makanan, makan dan habiskan!”. Baru sikap ibunya seperti itu, i luh sari menangis tersendu-sendu, dia baru ingat bahwa dirinya miskin, ditinngal oleh ibunya dan langsung ia keluar. Sesampainya di luar, dia melihat anak mencabuti bulu ayam. Bulu ayam itu seketika dipungut Luh Sari, ditusuk-tusukkan di tubuhnya, lalu ia terbang ke pohon bunut. Sesudahnya ia sampai di atas, disalah ia melanjutkan tangisnya lalu ia berkata, “ibu, ibu dimana sih ibu berada, ajaklah aku aku bersamamu, gak kuat aku tinggal di rumah, setiap hari disiksa terus dan diberi nasi arang berlaukan kumpulan percikkan kayu bakar.” Berhenti ia mengigau-ngigau ibunya seketika ia bernyanyi. Disaat ia mengucapkan itu, langsung bapaknya berjalan di bawah pohon bunut tepat di jalan luh sari berada, didengar terdapat seseorang yang menangis di atas lalu memanggilnya. Ketika ia melihat ke atas dilihatlah luh sari sedang bersedih. Di sana ia langsung naik sambil menangis mencari anaknya untuk diajak turun, lalu seketika dicabutlah bulu ayam yang ada ditubuh anaknya. Sesudah itu ia langsung mengambil kayu bakar yang telah dipotong dan istrinya pun langsung dicari. Tanpa bertanya lagi dengan cepat suaminya marah. Disaat yang cewek ingat dengan dirinya, seketika dia diusir dan disuruh untuk meninggalkan rumah.

5.      Satua I Tuung Kuning
Ada sebuah cerita penjudi sabung ayam yang bernama I Pudak. Ia pintar sekali menyabung ayam. Ia semula mempunyai 2 ekor ayam kemudian semenjak dia sering menang menyabung ayam. Ayamnya pun semakin banyak dan lama-lama sampai berjumlah ratusan ekor. Istrinya yang pada saat itu hamil tua juga ikut memelihara ayam suaminya dia sangat kesulitan karena banyaknya ayam yang di pelihara suaminya.
Diceritakan I Pudak akan pergi ke selatan gunung, dia berpesan kepada istrinya bahwa dia akan pergi lama dia menyuruh istrinya jika anaknya lahir dan lahir seorang anak laki-laki peliharalah dengan baik sedangkan jika lahir anak perempuan cingcang lah anak tersebut untuk makanan ayam.
Men wayan pun sudah melahirkan dan anaknya perempuan maka dia pun takut kepada suaminya maka dari itu Men Wayan meninitpkan anaknya di rumah neneknya. Sudah bertahun-tahun anak men wayan sudah besar dan ia bernama I Tuung Kuning. Suatu hari I Pudak sudah kembali dan menanyai istrinya. Lalu istrinya berbohong bahwa anaknya perempuan dan sudah di bunuh dan di kasih ayam. Namun sayang sayang seribu sayang salah satu ayam berkata bahwa mereka hanya di kasih ari-arinya saja. I Pudak pun memarahi istrinya dan menyuruh menjemput anaknya untuk dibawa kedia . Namun  Tuung Kuning tidak kunjung datang dengan beberapa alasan. Akhirnya di carilah Tuung Kuning oleh ayahnya, nenek dan ibunya pun sedih melihat anaknya akan di bunuh oleh ayahnya. Kemudian dibawalah Tuung Kuning oleh ayahnya ke tengah hutan untuk di bunuh. Saat di tengah hutan dan ketika di bunuh ada bidadari yang menyelamatkan Tuung Kuning dengan menggantinnya menjadi batang pohon pisang. Maka pohon pisang itulah yang dicingcang oleh I Pudak dan dibawanya ke rumah untuk pakan ayam. Sesampainya di rumah langsung ayamnya diberi makan pohon pisang itu dan beberapa saat kemudian semua ayamnya I Pudak mati. Dia pun menangis dan menyesali dirinya karena telah membunuh anaknya sendiri. Dicarilah I Tuung Kuning ke hutan, sesampai di hutan Pudak hanya menangis dan berdiam diri hingga berbulan-bulan lamanya. I Tuung Kuning yang saat itu berada di surga melihat ayahnya menangisi dirinya. Merasa kasihan melihat ayahnya menangis, didatangilah ayahnya, kemudian I Pudak pun senang karena anaknya masih hidup. Akhirnya mereka berdua pulang kembali ke rumah . Sanak keluarga pun senang melihat Tuung Kuning masih hidup. Tuung Kuning menjadi buah bibir masyarakat berkat keajaiban yang menimpanya. Singkat cerita I Pudak mengajak anaknya ke Puri yang kemudian bercerita tentang bagaimana surga itu. Bukan itu saja I Tuung Kuning di sukai oleh pangeran dan dinikahi, ayahnya tuung kuning pun mendapat kepercayaan menjadi kepala desa

2.2       Struktur Intrinsik
Struktur intrinsik adalah struktur yang membangun karya sastra dari dalam. Struktur interinsik dalam karya sastra mencangkup 6 hal yakni :
1.      Tema
2.      Amanat
3.      Alur/Plot
4.      Perwatakan/Penokohan
5.      Latar/Setting
6.      Sudut Pandang
Keenam unsur interinsik tersebut tentunya bukan menjadi hal asing lagi di telinga kita, mengingat bahwa karya sastra sangat membutuhkan unsur dari dalam yang akan membantu menopang dan menentukan eksistensi karya sastra itu sendiri.
Dalam kumpulan cerita satua Bali I Nengah Tinggen, struktur interinsik yang terkandung di dalamnya adalah;
1)      Satua I Belog
Dalam cerita satua I Belog unsur interinsik yang terkandung di dalamnya yakni :


A.  Tema
Tema yang diangkat dalam satua I Belog adalah “Akibat dari kebodohan”
B.  Amanat
Amanat yang dapat disampaikan kepada pembaca dari satua I Belog adalah “Ilmu atau wawasan merupakan hal yang sangat penting dan wajib untuk dicari agar nantinya tidak selalu bergantung dan merugikan orang lain di sekitar kita”
C.  Alur
Alur atau Plot dari satua I Belog adalah menggunakan “Alur maju”.
D.  Perwatakan/Penokohan
Dalam cerita satua I Belog, metode yang digunakan pengarang dalam melukiskan watak tokoh adalah metode “Campuran”, yakni gabungan analitik dan dramatik.
·         I Belog memiliki watak yang “Sangat Bodoh”, hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan berikut:
“Mara  ia teked di tengah semane nget nepukin bangken anak luh keliwat jegeg pesan. I Belog lantas ngomong, “luh, luh, nyak mekurenan teken tiang” anake ento mendep dogen.”
(I Nengah Tinggen, 2003:10)
·         Ibu I Belog memiliki watak yang “baik dan peduli” terhadap anaknya. Perhatikan kutipan berikut:
“Meme, yen anake mati, bengu bonne? Memene lantas mesaut, “Aa, yen anake mati bonne bengu, buina nyem awakne”
(I Nengh Tinggen, 2003:11)
E.   Latar/Setting
Latar atau setting pada cerita satua Bali I Belog yakni di Sema (Kuburan) dan di rumah.
F.   Sudut Pandang
Sudut Pandang yang digunakan dalam mengkisahkan satua I Belog adalah sudut pandang “Orang Ketiga” artinya pengarang berada di luar cerita, ia menuturkan tokoh-tokoh di luar, tidak terlibat dalam cerita.

2)      Satua I Buta Teken I Rumpuh
Dalam cerita satua I Buta Teken I Rumpuh, unsur interinsik yang terkandung di dalamnya yakni :
A.    Tema
Tema yang diangkat dalam satua I Buta Teken I Rumpuh adalah “Usaha orang cacat fisik dalam menyambung nyawa
B.     Amanat
Amanat yang dapat disampaikan kepada pembaca dari satua I Buta Teken I Rumpuh adalah “Siapa pun yang ingin sukses dan bahagia hidupnya di dunia maka perlu usaha dan kerja keras”.
C.   Alur/Plot
Alur atau Plot dari satua I Belog adalah menggunakan “Alur maju”.
D.   Perwatakan/Penokohan
Dalam cerita satua I Buta Teken I Rumpuh, metode yang digunakan pengarang dalam melukiskan watak tokoh adalah metode “Dramatik”, yakni pengarang melukiskan watak tokoh dengan tidak langsung.
·         I Buta memiliki watak “Tak pernah putus asa”, perhatikan kutipan cerita berikut:
“Papineh adinne kebenehang pesan teken I Buta, lantas ideh-ideh I Rumpuh gandonga kumah-umah anake ngidih-ngidih, kanti payu medaar.”
(I Nengah Tinggen 2003:1)
·         I Rumpuh memiliki watak “Pintar dan Tak pernah putus asa”, hal ini dibuktikan pada kutipan sebagai berikut:
“Mesaut I Rumpuh, kene papineh i cange, beli tusing ningalin apan-apan, nanging kereng mejalan. Batis icange rumpuh, nanging matan icang cedang. Yen beneh munyin icang, gandong icang, icang matujuin Beli ambah-ambahan”
(I Nengah Tinggen 2003:1)
·         Saudagar Kacang memiliki watak “baik dan peduli”, perhatikan kutipan berikut:
“Mara ia ningalin kaanan I Buta ajaka I Rumpuh buka ento, lantas metu kenehne kapiolasan lakar nuduk I Buta ajaka I Rumpuh anggona pianak.”
(I Nengah Tinggen 2003:1)
E.     Latar/Setting
Latar atau setting pada cerita satua Bali I Buta Teken I Rumpuh yakni di Desa.
F.    Sudut Pandang
Sudut Pandang yang digunakan dalam mengkisahkan satua I Buta Teken I Rumpuh adalah sudut pandang “Orang Ketiga” artinya pengarang berada di luar cerita, ia menuturkan tokoh-tokoh di luar, tidak terlibat dalam cerita.

3)      Satua Siap Selem Teken Meng Kuuk
Dalam cerita satua Siap Selem Teken Meng Kuuk, unsur interinsik yang terkandung di dalamnya yakni :
A.    Tema
Tema yang diangkat dalam satua Siap Selem Teken Meng Kuuk adalah “orang yang bermuka dua
B.     Amanat
Amanat yang dapat disampaikan kepada pembaca dari satua Siap Selem Teken Meng Kuuk adalah “setiap kejahatan pasti akan mendapatkan akibatnya”.
C.   Alur/Plot
Alur atau Plot dari satua Siap Selem Teken Meng Kuuk adalah menggunakan “Alur maju”.
D.   Perwatakan/Penokohan
Dalam cerita satua Siap Selem Teken Meng Kuuk, metode yang digunakan pengarang dalam melukiskan watak tokoh adalah metode “Campuran”, sama halnya dengan cerita satua I Belog, yakni gabungan analitik dan dramatik.
·         Siap Selem memiliki watak “Baik, Penyayang, dan Pintar”.
·         Anak-anaknya memiliki watak “Penurut dan Pemberani”.
·         Meng Kuuk memiliki watak “Jahat dan Licik”, perhatikan
E.     Latar/Setting
Latar atau setting pada cerita satua Bali Siap Selem Teken Meng Kuuk yakni di Seberang Sungai dan di Rumah Meng Kuuk.
F.    Sudut Pandang
Sudut Pandang yang digunakan dalam mengkisahkan satua Siap Selem Teken Meng Kuuk adalah sudut pandang “Orang Ketiga” artinya pengarang berada di luar cerita, ia menuturkan tokoh-tokoh di luar, tidak terlibat dalam cerita.
4)      Satua Luh Sari
Dalam cerita satua Luh Sari, unsur interinsik yang terkandung di dalamnya yakni :
A.    Tema
Tema yang diangkat dalam satua Luh Sari adalah “Penderitaan anak tiri
B.     Amanat
Amanat yang dapat disampaikan kepada pembaca dari satua Luh Sari adalah “Janganlah sesekali menyiksa anak tiri, karena sejatinya semua anak itu sama saja di mata Tuhan”.
C.   Alur/Plot
Alur atau Plot dari satua Luh Sari adalah menggunakan “Alur maju”.
D.   Perwatakan/Penokohan
Dalam cerita satua Luh Sari, metode yang digunakan pengarang dalam melukiskan watak tokoh adalah metode “Dramatik”.
·         Luh Sari memiliki watak “lugu”. Perhatikan kutipan berikut:
“Baan tuara dadi baana naanang basangne seduk, laut ia kapaon ngidih nasi teken memene, kene munyine, “meme,meme baang ja icang ngidih nasi asopan seduk gati basang icang e, uli tuni icang konden ngamah !”
(I Nengah Tinggen, 2003:22)
·         Pan Sari memiliki watak “Baik hati dan penyayang”. Tergambar pada cerita, sosok Pan Sari ini adalah sosok yang sayang terhadap keluarga dan anaknya.
·         Men Sari memiliki watak “Baik hati dan penyayang”. Hal ini dibuktikan karena ia sayang terhadap kedua orang tuanya.
·         Ibu tiri memiliki watak “Kasar dan kejam”. Perhatikan kutipan berikut:
“ sabilang pan sari tusing jumah setate kone anake ceri maan munyi tan rahayu tur pepes tigtiga”.
(I Nengah Tinggen 2003:21)
E.     Latar/Setting
Latar atau setting pada cerita satua Luh Sari yakni di rumah Luh Sari, di atas pohon bunut.
F.      Sudut Pandang
Sudut Pandang yang digunakan dalam mengkisahkan satua Luh Sari adalah sudut pandang “Orang Ketiga” artinya pengarang berada di luar cerita, ia menuturkan tokoh-tokoh di luar, tidak terlibat dalam cerita.

5)      Satua I Tuung Kuning
Dalam cerita satua Luh Sari, unsur interinsik yang terkandung di dalamnya yakni :
A.    Tema
Tema yang diangkat dalam satua Satua I Tuung Kuning
adalah “Sosial kehidupan
B.     Amanat
Amanat yang dapat disampaikan kepada pembaca dari satua I Tuung Kuning adalah rawatlah anak itu dengan baik jangan menyia-nyiakannya karena anak itu merupakan anugrah dari tuhan”.
C.   Alur/Plot
Alur atau Plot dari satua I Tuung Kuning adalah menggunakan “Alur maju”.
D.   Perwatakan/Penokohan
Dalam cerita satua I Tuung Kuning, metode yang digunakan pengarang dalam melukiskan watak tokoh adalah metode “Dramatik”.
·     I Tuung Kuning berwatak baik hati”, perhatikan kutipan berikut:
Pedaleme peasn bapane bulan-bulanan sedih kanti berag tur tusing medaar-daar
(I Nengah Tinggen, 2002:7)
·     Ayam berwatak Jahat”, perhatikan kutipan berikut:
Bek, bek kukuruyuk arin-arine dogen baanga, panakne kingsanange jumah dadongne
(I Nengah Tinggen, 2002:3)
·     Ida Anake Agung memiliki watak baik”, perhatikan kutipan berikut:
to bapane lantas kaicen pangkat prebekel
(I Nengah Tinggen, 2002:9)
·     I Pudak berwatak jahat atau kejam”, perhatikan kutipan berikut:
Nah da nyai buin ngliunang omong, nyai lakar anggon bapa amah-amahan siap, salah nyaine baan nyaine tumbuh dadi jleme luh
(I Nengah Tinggen, 2002:6)
·     I Wayan memiliki sifat baik”, perhatikan tabel berikut:
kene meme, ada pabesen bapane ipidan, anak konkone nektek maang siap, yen luh panake. To krananne anake cerik icing
(I Nengah Tinggen, 2002:2)
·     Nenek I Tuung Kuning berwatak baik”, perhatikan kutipan berikut:

Nah lamon keto, dini suba pejang anake cerik meme ngajak
(I Nengah Tinggen, 2002:2)
·     Bidadari memiliki sifat baik hati”, perhatikan kutipan ini:
Beh pedalem ja I Tuung Kuning, anak tusing ngelah salah dadi nagih matiange. ah bakal tulungin kone ia
(I Nengah Tinggen, 2002:6)
E.     Latar/Setting
Latar atau setting pada cerita satua I Tuung Kuning yakni di rumah Tuung Kuning, Rumah Nenek Tuung dan di Hutan
F.      Sudut Pandang
Sudut Pandang yang digunakan dalam mengkisahkan satua Luh Sari adalah sudut pandang “Orang Ketiga” artinya pengarang berada di luar cerita, ia menuturkan tokoh-tokoh di luar, tidak terlibat dalam cerita.

2.3  Struktur Ekstrinsik
Struktur Ekstrinsik ialah struktur yang membangun karya sastra dari luar. Dalam hal ini kita mencoba menganailisis unsur Budaya dan Organisasi Sosial yang ada pada kumpulan cerita Satua Bali I Nengah Tinggen.
Unsur Budaya dan Organisasi sosial yang ada pada cerita Satua Bali I Nengah Tinggen yakni;
1Satua I Belog
A.    Unsur Budaya
Cerita Satua Bali I Belog ini mengisahkan tentang seseorang yang bertindak dan berprilaku sangat bodoh, ini merupakan wujud penggambaran budaya dan watak masyarakat Bali yang masih banyak berprilaku sangat bodoh dan kurang berpendidikan.


B.     Unsur Organisasi Sosial
Unsur Organisasi Sosial yang nampak pada cerita Satua Bali I Belog ini yakni masayrakat Bali sangatlah menjunjung tinggi rasa kerja sama demi untuk mewujudkan satu tujuan bersama.

2)      Satua I Buta Teken I Rumpuh
A.    Unsur Budaya
Cerita Satua Bali I Buta Teken I Rumpuh ini mengisahkan tentang kebersamaan antar saudara sangatlah penting untuk saling melengkapi satu sama lain. Demikian halnya dengan masyarakat Bali yang sangat menjunjung tinggi budaya kebersamaan. Dalam cerita satua ini juga mencerminkan bahwa masyarakat Bali, budaya saling memikul atau rasa solidaritasnya sangat tinggi.
B.     Unsur Organisasi Sosial
Unsur Organisasi Sosial yang nampak pada cerita Satua Bali I Buta Teken I Rumpuh ini yakni nampak saat I Rumpuh mengajak kakaknya I Buta untuk bekerja sama meminta-minta uang ke orang-orang, ini mencerminkan masyarakat Bali jiwa bekerja samanya masih kental.

3)      Satua Siap Selem Teken Meng Kuuk
Unsur budaya yang nampak pada cerita satua ini adalah budaya menyayangi dan peduli terhadap masa depan anak di kalangan masyarakat Bali sagatlah kental.

4)      Satua Luh Sari
Unsur budaya yang ada dalam satua tersebut adalah masyarakat Bali pada zaman dahulu sebagian besar ibu tiri menyiksa anak tirinya tanpa memberikan kasih sayang yang utuh selaknya anak kandungnya sendiri.


5)      Satua I Tuung Kuning
Unsur Budaya yang nampak pada satua I Tuung Kuning adalah saat kelahiran Tuung Kuning sebagai anak perempuan tidak diharapkan, ini menggambarkan masyarakat Bali terdahulu tidak butuh anak perempuan karena dipercaya akan menyusahkan keluarga saja.

2.4  Nilai Pendidikan Karakter
Istilah karakter dihubungkan dan dipertukarkan dengan istilah etika, ahlak, dan atau nilai dan berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi positif bukan netral. Sedangkan Karakter menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Dengan demikian karakter adalah nilai-nilai yang unik-baik yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku.
Menurut Achmad Husen (dalam http://www.konsistensi.com/2013/05/18-nilai-dalam-pendidikan-karakter.html) pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Pendidikan karakter mempercayai adanya keberadaan moral absolute, yakni bahwa moral absolute perlu diajarkan kepada generasi muda agar mereka paham betul mana yang baik dan benar.
Dalam cerita “Satua Bali” tentunya pasti tersirat nilai pendidikan karakter bagi generasi muda, seperti mengajarkan nilai-nilai jujur, bertanggung jawab, cerdas, kreatif, bersih dan sehat, peduli, serta gotong royong.
Inilah nilai-nilai pendidikan karakter yang diajarkan dari kumpulan cerita Satua Bali oleh I Nengah Tinggen;


1)   Satua I Belog
Nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam cerita satua ini adalah nilai “Jujur”, hal ini tergambar ketika I Belog bertanya kepada ibunya mengenai mayat, ibunya pun menjawab dengan apa adanya. Perhatikan kutipan berikut:
“Meme, yen anake mati, bengu bonne? Memene lantas mesaut, “Aa, yen anake mati bonne bengu, buina nyem awakne”
(I Nengh Tinggen, 2003:11)

2)   Satua I Buta Teken I Rumpuh
Nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam cerita satua ini adalah nilai “Keratif”, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan inovasi dalam berbagai segi dalam memecahkan masalah, hal ini diperagakan oleh I Rumpuh ketika menemukan ide untuk mencari uang dan sesuap nasi. Ini tergambar dalam kutipan berikut:
“Mesaut I Rumpuh, kene papineh i cange, beli tusing ningalin apan-apan, nanging kereng mejalan. Batis icange rumpuh, nanging matan icang cedang. Yen beneh munyin icang, gandong icang, icang matujuin Beli ambah-ambahan” (I Nengah Tinggen 2003:1)

Selain nilai kreatif, nilai “Tanggung jawab”. Ini tercermin pada kutipan berikut:
“I Buta ajaka I Rumpuh kendel pesan ajaka ditu, tur ia anteng pesan nulungin melut-melut kacang tanah, ane lakar adepe teken sudagare ento”
(I Nengah Tinggen, 2002:1)

3)      Satua Siap Selem Teken Meng Kuuk  
Nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam cerita satua ini adalah nilai “Tanggung jawab”, hal ini digambarkan ketika Meng Kuuk mencoba memangsa anak-anaknya, Siap Selem berusaha melindungi anak-anaknya dengan penuh rasa tanggung jawab sebagai seorang ibu. Selain itu juga terdapat nilai “Kreatif”, yaitu ketika Siap Selem mencari ide untuk kabur dari rumah Meng Kuuk bersama anaknya. Setelah itu meng Kuuk tak ingin meninggalkan jejak dengan cara mengganti dirinya dengan batu seukuran sama dengannya dan anak-anaknya.

4)      Satua Luh Sari
Nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam cerita satua ini adalah nilai “Jujur”. Hal ini dibuktikannya saat Luh Sari merasa sangat kelaparan dan ia pun akhirnya memberanikan diri berkata jujur terhadap ibunya yang sangat kejam itu, hanya demi mendapatkan makanan. Perhatikan kutipan berikut:
“Baan tuara dadi baana naanang basangne seduk, laut ia kapaon ngidih nasi teken memene, kene munyine, “meme,meme baang ja icang ngidih nasi asopan seduk gati basang icang e, uli tuni icang konden ngamah !”
(I Nengah Tinggen, 2003:22)

5)      Satua I Tuung Kuning
Nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam cerita satua ini adalah nilai “tanggung jawab”, hal ini digambarkan saat Ibu Tuung Kuning meminta bantuan terhadap ibunya untuk mengasuh anaknya demi keselamatan anaknya, itulah tanggung jawab sebagai seorang ibu dalam melindungi buah hatinya. Perhatikan kutipan berikut:
“Meme ngajak anake cerik nah meme. Icang takut ngajak jumah nyen teka bapanne, payu lempagine nyen tendas icange anak ia brangsongan pesan”
(I Nengah Tinggen, 2002:2)


Selain itu juga terdapat nilai “Jujur” di dalam satua ini, yakni ketika salah satu ayam I Pudak berkata jujur bahwa anaknya dititipkan di tempat neneknya. Perhatikan kutipan berikut:
“Bek, bek kukuruyuk arin-arine dogen baanga, panake kingsananga jumah dadongne”
(I Nengah Tinggen, 2002:3)

























BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan terhadap “Cerita Satua Bali I Nengah Tinggen” di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Struktur Interinsik:
·    Satua I Belog, bertemakan akibat dari sebuah kebodohan, amanat yang dapat disampaikan adalah Ilmu atau wawasan merupakan hal yang sangat penting dan wajib untuk dicari agar nantinya tidak selalu bergantung dan merugikan orang lain di sekitar kita, watak I Belog adalah sangat bodoh dan ibunya baik hati dan penyayang, kemudian latar tempat di rumah I Belog dan menggunakan sudut padang orang ketiga.
·    Satua I Buta teken I Rumpuh bertemakan usaha dari seorang anak cacat, amanat yang dapat disampaikan adalah siapa pun yang ingin sukses dan bahagia hidupnya di dunia maka perlu usaha dan kerja keras, watak I Buta adalah pantang menyerah dan I Rumpuh baik hati dan pantang menyerah, kemudian latar tempat di Desa, alur yang digunakan alur maju dan menggunakan sudut padang orang ketiga.
·    Satua Siap Selem teken Meng Kuuk bertemakan orang yang bermuka dua, amanat yang dapat disampaikan adalah setiap kejahatan pasti akan mendapatkan akibatnya, watak Siap Selem adalah pintar dan bertanggung jawab dan Meng Kuuk berwatak licik, kemudian latar tempat di seberang sungai dan rumah Meng Kuuk, alur yang digunakan alur maju dan menggunakan sudut padang orang ketiga.

·      Satua Luh Sari bertemakan penderitaan anak tiri amanat yang dapat disampaikan adalah janganlah sesekali menyiksa anak tiri, karena sejatinya semua anak itu sama saja di mata Tuhan, watak Luh Sari adalah lugu, Pan Sari baik hati dan penyayang, Men Sari sama dan Ibu Tiri memiliki watak kasar  kemudian latar tempat di rumah dan di pohon bunut Meng Kuuk, alur yang digunakan alur maju dan menggunakan sudut padang orang ketiga.
·      Satua Tuung Kuning bertemakan anak yang tak diharapkan amanat yang dapat disampaikan adalah janganlah sesekali menyianyiakan anak pemberian Tuhan, watak Tuung Kuning adalah Baik hati, I Pudak kasar dan kejam kemudian latar tempat di rumah Tuung Kuning di rumah nenek dan di hutan, alur yang digunakan alur maju dan menggunakan sudut padang orang ketiga.
2.      Struktur Eksterinsik:
·      Satua I Belog, penggambaran budaya dan watak masyarakat Bali yang masih banyak berprilaku sangat bodoh dan kurang berpendidikan dan masayrakat Bali sangatlah menjunjung tinggi rasa kerja sama demi untuk mewujudkan satu tujuan bersama.
·      Satua I Buta teken I Rumpuh, menggambarkan masyarakat Bali yang sangat menjunjung tinggi budaya kebersamaan.
·      Satua Siap Selem teken Meng Kuuk, menggambarkan budaya menyayangi dan peduli terhadap masa depan anak di kalangan masyarakat Bali sagatlah kental.
·      Satua Luh Sari, menggambarkan masyarakat Bali pada zaman   dahulu sebagian besar ibu tiri menyiksa anak tirinya tanpa memberikan kasih sayang yang utuh selaknya anak kandungnya sendiri.
·      Satua I Tuung Kuning, menggambarkan masyarakat Bali terdahulu tidak butuh anak perempuan karena dipercaya akan menyusahkan keluarga saja.
3.      Nilai Pendidikan Karakter yang terdapat dalam 5 cerita satua Bali I Nengah Tinggen adalah Jujur, Kreatif dan Tanggung jawab.

3.2       Saran
Untuk mengetahui makna yang tersirat pada cerita satua Bali I Nengah Tinggen, tentunya kita terlebih dahulu harus memahami dan memaknai isinya termasuk menganalisis struktur interinsik, struktur ekstrinsik serta melihat nilai pendidikan karakter yang terkandung di dalam cerita satua Bali tersebut yang dapat menjadikan pembelajaran untuk kita dalam membentuk pola prilaku yang saat ini telah ternodai oleh zaman globalisasi.














Tidak ada komentar:

Posting Komentar